Yudhistira
Namaku Yudhistira
(Sanskerta: युधिष्ठिर; Yudhiṣṭhira) alias Dharmawangsa,
aku adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata dan
aku merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan
pusat pemerintahan di Hastinapura. Akulah yang
tertua di antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.
Dalam tradisi pewayangan, orang memberiku gelar
"Prabu" dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaanku disebut
dengan nama
Kerajaan Amarta.
Arti Nama
Namaku Yudistira
dalam bahasa Sanskerta bermakna "teguh atau kokoh dalam peperangan".
aku juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna "raja
Dharma", karena aku selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupku.
Beberapa julukan lain
yang aku miliki adalah:
Ajataśatru, "yang
tidak memiliki musuh".
Bhārata, "keturunan
Maharaja Bharata".
Dharmawangsa atau
Dharmaputra, "keturunan Dewa Dharma".
Kurumukhya, "pemuka
bangsa Kuru".
Kurunandana,
"kesayangan Dinasti Kuru".
Kurupati, "raja
Dinasti Kuru".
Pandawa, "putera
Pandu".
Partha, "putera
Prita atau Kunti".
Beberapa di antara
nama-namaku di atas juga dipakai oleh tokoh-tokoh Dinasti Kuru lainnya,
misalnya Arjuna, Bisma, dan Duryodana. Selain nama-nama di atas, dalam versi
pewayangan Jawa masih terdapat beberapa nama atau julukan yang lain lagi
untukku, misalnya:
· Puntadewa,
"derajat keluhurannya setara para dewa".
· Yudistira,
"pandai memerangi nafsu pribadi".
· Gunatalikrama,
"pandai bertutur bahasa".
· Samiaji,
"menghormati orang lain bagai diri sendiri".
Dalam Baratayudha
Ketika para Pandawa pulang
ke Hastinapura demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, Duryodana
bersikap sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan Hastinapura kepada ku.
Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh
Duryodana. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika aku hanya meminta lima buah
desa saja, bukan seluruh Indraprastha. Pada puncaknya, Duryodana berusaha
membunuh duta Pandawa, yaitu Kresna, namun gagal.
Perang di Kurukshetra
antara Pandawa dan Korawa tidak dapat lagi dihindari. Para pujangga Jawa
menyebut peristiwa itu dengan nama Bharatayuddha. Sementara itu dalam
Mahabharata kisah perang besar tersebut ditemukan pada jilid keenam sampai
kesepuluh.
Lengser dan ke Sorga
Setelah permulaan zaman
Kaliyuga dan wafatnya Kresna, aku dan keempat adikku mengundurkan diri dari
urusan duniawi. Kami meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat
keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha
lalu menuju puncak Himalaya. Di kaki gunung Himalaya, aku menemukan anjing dan
kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat
mendaki puncak, satu per satu mulai dari Dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan
Bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang
pernah mereka perbuat. Hanya aku dan anjingku yang berhasil mencapai puncak
gunung, karena kesucian hatiku.
Dewa Indra, pemimpin
masyarakat kahyangan, datang menjemputku untuk diajak naik ke swarga dengan
kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang aku bawa dengan alasan
bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Aku menolak
masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingku. Indra merasa heran
karena aku tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan
upacara pembakaran jenazah bagi mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau
meninggalkan seekor anjing. Aku menjawab bahwa bukan diriku yang meninggalkan
mereka, tapi merekalah yang meninggalkanku.
Kesetiaanku telah teruji.
Anjingku pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma, Ayahku. Bersama-sama kami
naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa tidak
ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup
mengumbar angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para
pahlawan lainnya sedang menjalani penyiksaan di neraka. Aku nyatakan siap masuk
neraka menemani mereka. Namun, ketika terpampang pemandangan neraka yang
disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental membuatku ngeri. Saat
tergoda untuk kabur dari neraka, aku berhasil menguasai diri. Terdengar suara
saudara-saudaranya memanggil-manggil. Akupun memutuskan untuk tinggal di
neraka. Aku merasa lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaraku yang baik
hati daripada bergembira di sorga namun ditemani oleh kerabat yang jahat.
Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra muncul dan berkata
bahwa sekali lagi Aku lulus ujian, karena waktunya yang sebentar di Neraka
adalah sebagai penebus dosa ketidakjujuranku terhadap Drona soal kematian Aswatama.
Aku menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya
dinyatakan sebagai penghuni Surga, sementara para korawa akan menjalani siksaan
yang kekal di neraka.
Menurut versi pewayangan
Jawa, kematian para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika mereka
bermeditasi di dalam Candi Sekar. Namun, versi ini kurang begitu populer karena
banyak dalang yang lebih suka mementaskan versi Mahabharata yang penuh
dramatisasi sebagaimana dikisahkan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar