menu bar

Selamat Datang

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Ini Semoga Bermanfaat


28 Juni 2012

Yudhistira



Yudhistira
Namaku Yudhistira (Sanskerta: युधिष्ठिर; Yudhiṣṭhira) alias Dharmawangsa, aku adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata dan aku  merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Akulah  yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.
Dalam tradisi pewayangan, orang memberiku  gelar "Prabu" dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaanku disebut dengan nama
Kerajaan Amarta.
Arti Nama
Namaku Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna "teguh atau kokoh dalam peperangan". aku juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna "raja Dharma", karena aku selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupku.

Beberapa julukan lain yang aku miliki adalah:
Ajataśatru, "yang tidak memiliki musuh".
Bhārata, "keturunan Maharaja Bharata".
Dharmawangsa atau Dharmaputra, "keturunan Dewa Dharma".
Kurumukhya, "pemuka bangsa Kuru".
Kurunandana, "kesayangan Dinasti Kuru".
Kurupati, "raja Dinasti Kuru".
Pandawa, "putera Pandu".
Partha, "putera Prita atau Kunti".

Beberapa di antara nama-namaku di atas juga dipakai oleh tokoh-tokoh Dinasti Kuru lainnya, misalnya Arjuna, Bisma, dan Duryodana. Selain nama-nama di atas, dalam versi pewayangan Jawa masih terdapat beberapa nama atau julukan yang lain lagi untukku, misalnya:
·       Puntadewa, "derajat keluhurannya setara para dewa".
·       Yudistira, "pandai memerangi nafsu pribadi".
·       Gunatalikrama, "pandai bertutur bahasa".
·       Samiaji, "menghormati orang lain bagai diri sendiri".
Dalam Baratayudha
Ketika para Pandawa pulang ke Hastinapura demi menuntut hak yang seharusnya mereka terima, Duryodana bersikap sinis terhadap mereka. Ia tidak mau menyerahkan Hastinapura kepada ku. Berbagai usaha damai dilancarkan pihak Pandawa namun selalu ditolak oleh Duryodana. Bahkan, Duryodana tetap menolak ketika aku hanya meminta lima buah desa saja, bukan seluruh Indraprastha. Pada puncaknya, Duryodana berusaha membunuh duta Pandawa, yaitu Kresna, namun gagal.
Perang di Kurukshetra antara Pandawa dan Korawa tidak dapat lagi dihindari. Para pujangga Jawa menyebut peristiwa itu dengan nama Bharatayuddha. Sementara itu dalam Mahabharata kisah perang besar tersebut ditemukan pada jilid keenam sampai kesepuluh.

Lengser dan ke Sorga
Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, aku dan keempat adikku mengundurkan diri dari urusan duniawi.  Kami meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha lalu menuju puncak Himalaya. Di kaki gunung Himalaya, aku menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari Dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya aku dan anjingku yang berhasil mencapai puncak gunung, karena kesucian hatiku.
Dewa Indra, pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemputku untuk diajak naik ke swarga dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang aku bawa dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Aku menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingku. Indra merasa heran karena aku tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Aku menjawab bahwa bukan diriku yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkanku.
Kesetiaanku telah teruji. Anjingku pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma, Ayahku. Bersama-sama kami naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa tidak ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang menjalani penyiksaan di neraka. Aku nyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun, ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental membuatku ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, aku berhasil menguasai diri. Terdengar suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Akupun memutuskan untuk tinggal di neraka. Aku merasa lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaraku yang baik hati daripada bergembira di sorga namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra muncul dan berkata bahwa sekali lagi Aku lulus ujian, karena waktunya yang sebentar di Neraka adalah sebagai penebus dosa ketidakjujuranku terhadap Drona soal kematian Aswatama. Aku menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai penghuni Surga, sementara para korawa akan menjalani siksaan yang kekal di neraka.
Menurut versi pewayangan Jawa, kematian para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika mereka bermeditasi di dalam Candi Sekar. Namun, versi ini kurang begitu populer karena banyak dalang yang lebih suka mementaskan versi Mahabharata yang penuh dramatisasi sebagaimana dikisahkan di atas.

Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar