menu bar

Selamat Datang

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Ini Semoga Bermanfaat


28 Juni 2012

Subadra


Subadra
Aku Subadra atau Dewi Sumbadra (pedalangan Jawa), yang dikenal pula dengan nama Dewi Mrenges, Dewi Rara Ireng, Dewi Bratajaya dan Dewi Kendengpamali. 
Aku adalah putri Prabu Basudewa, raja negara Mandura dari permaisuri Dewi Rohini/Dewi Badrahini. Aku mempunyai 4 orang saudara lain ibu, yaitu; Kakrasana dan Narayana dari Dewi Mahindra/Maerah (Ped.Jawa), Kangsa, dari Ibu Dewi Mahira/Maekah - (Kangsa sebenarnya putra Dewi Mahira dengan raksasa Gorawangsa yang menyaru/beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan bermain asmara dengan Dewi Mahira), Udawa, dari ibu Ken Sagupi, seorang swaraswati Keraton Mandura. Dewi Subadra diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, istri Bathara Wisnu. Dewi Subadra mempunyai watak; setia, murah hati, baik budi, sabar dan
jatmika (selalu dengan sopan santun), menarik hati/merakati dan mudah tersinggung. Aku menikah dengan Raden Arjuna, satria Pandawa putra Prabu Pandu, raja negara Astina dengan Dewi Kunti, dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Angkawijaya/Abimanyu.Aku tinggal di taman Banoncinawi, Kadipaten Madukara wilayah negara Amarta. Akhir riwayatku diceritakan, aku mati moksa bersama keluarga Pandawa setelah Parikesit, Putra Abimanyu dengan Dewi Utari, dinobatkan sebagai raja Astina menggantikan Prabu Kalimataya/Prabu Puntadewa.
Riwayatku terhitung aneh. Sewaktu masih kanak-kanak rupaku jelek. Kulitku hitam, hingga aku dinamakan Rara Ireng gadis nan hitam. Rambutku jarang dan kemerah-merahan. Tapi berangsur angsur rupa jelekku itu berobah dan akhirnya menjadilah putri yang secantik-cantiknya. Tersebut di dalam cerita, bahwa aku tak begitu cantik, tetapi kalau berkumpul dengan putri-putri yang tersohor cantiknya, kecantikanku melebihi kecantikan mereka semua itu. Aku sangat sabar. Kalau marah pun aku menampakkan senyum yang manis. Sesudah bersuami, aku hidup rukun dan damai dengan suamiku, sehingga kehidupan kami diibaratkan sebagai ikan mimi dan mintuna, yakni ikan laut jantan dan betina yang tak pernah berpisah. Tetapi suatu ketika, karena kesalahan Arjuna, marahlah juga ia sejadi jadinya. Kata-kata yang aku ucapkan waktu itu, meski halus, terasa juga oleh Arjuna sebagai halilintar menyambar. Aku pernah berganti rupa menjadi seorang laki-laki yang sangat sakti, tetapi akhirnya aku kalahkan juga oleh Arjuna. Pada waktu kerajaan Madura rusak oleh perbuatan Kangsa, aku bersembunyi di desa Widarakandang. Karena ketahuan Kangsa, aku melarikan diri dan meninggalkan negara Madura, tetapi tersusul juga oleh tentara raksasa. Untung aku masih dapat menyelamatkan diri. Sewaktu Prabu Basudewa masih hidup, aku pernah oleh baginda dipangku di sebelah kiri dan Raden Pamade di sebelah kanan. Bersabdalah Prabu Basudewa. aku jangan sampai bersuamikan orang selain Pamade dan Pamade jangan sampai beristrikan orang selain aku. Sabda ini disaksikan oleh para Dewa dengan iringan oleh tanda-tanda gaib. Ternyata benar jugalah sabda Prabu Basudewa. Meskipun perjodoan antara Pamade dan aku banyak menemui rintangan, perkawinan mereka akhirnya terlaksana juga. Arjuna hormat pada ku yang meski saudara misannya sendiri, namun terhitung lebih tua berdasarkan keturunan. Tetapi rasa hormat Arjuna pada aku sesungguhnya disebabkan juga karena bijaksananya putri ini yang antara lain setiap memurkai Arjuna selalu dengan alasan kebenaran. Aku bersanggul, bersunting waderan, berjamang dan berpontoh, tetapi setelah dewasa hanya berjamang dan tak bergelang serta berhiasan lain-lainnya. Tersebut di dalam cerita, bahwa pertama kali. Raden Bunisrawa melihat  aku ialah pada waktu Raden Kakrasana (putra Prabu Basudewa) kawin dengn Erawati, pada waktu mana aku diajak sebagai patah, pengiring pengantin. Sesudah melihatku, Burisrawa tergila-gila padaku dan bersumpahlah dia, takkan kawin selain denganku.
Di dalam lakon Sumbadra Larung, ketika tengah malam aku pergi mandi, di tengah jalan aku dihadang oleh Burisrawa yang karena sangat gembiranya datang mendeikati ku, tetapi aku tetapi   aku tak mau didekati, hal mana membikin jengkel Burisrawa dan menyebabkan dia mencabut kerisrnya untuk menakut-nakuti aku yang karena melihat keris terhunus, justeru malahan menyerbu ke arah keris, terkena dan matilah aku seketika itu juga. Atas pertimbangan Prabu Kresna, myatku dilarung, dihanyutkan dalam perahu dibengawan Silungangga.
Tersebutlah Raden Antareja, putra Wrekodara, keluar dari dalam bumi untuk menghadap ayahandanya, melihat mayat ku dan berhasil menghidupkanku kembali. Ketika aku  mengetahui asal-usul Antareja, bersukacitalah aku, karena Antareja adalah kemenakannya sendiri dan selanjutnya dikawallah aku itu oleh Antareja. Tetapi ketika Gatotkaca yang mengawal dari jauh melihat ada laki 1aki rnendekatiku, menjadi murkalah ia, karena tak tahu bahwa Antareja adalah kerabat sendiri dan terjadilah perang antara kedua ksatarya itu. Kernudian ku terangkan, bahwa kedua ksaria itu bersaudara. Rukun kembalilah kedua saudara iuu dan mereka mengiringku kembali ke Madukara, negara Arjuna.
Aku bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka tenang. Bersanggul keling dan sebagian rambut terurai. Berjamang dan bersunting waderan. Bergelang dan berpontoh. Sesudah menjadi Wara Sumbadra, aku ini tak mau lagi mengenakan pakaian serba keemasan dan tak mau pula menggunakan mutu manikam.
Sumbadra berwanda: 1. Lentreng, 2. Parem, dan 3. Rangkung. Wanda yang ketiga ini karangan Sri Sultan Agung.

Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar