Subadra
Aku Subadra atau Dewi
Sumbadra (pedalangan Jawa), yang dikenal pula dengan nama Dewi Mrenges, Dewi
Rara Ireng, Dewi Bratajaya dan Dewi Kendengpamali.
Aku adalah putri Prabu
Basudewa, raja negara Mandura dari permaisuri Dewi Rohini/Dewi Badrahini.
Aku mempunyai 4 orang saudara lain ibu, yaitu; Kakrasana dan Narayana dari
Dewi Mahindra/Maerah (Ped.Jawa), Kangsa, dari Ibu Dewi Mahira/Maekah - (Kangsa
sebenarnya putra Dewi Mahira dengan raksasa Gorawangsa yang menyaru/beralih
rupa menjadi Prabu Basudewa palsu dan bermain asmara dengan Dewi Mahira),
Udawa, dari ibu Ken Sagupi, seorang swaraswati Keraton Mandura. Dewi
Subadra diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, istri Bathara
Wisnu. Dewi Subadra mempunyai watak; setia, murah hati, baik budi, sabar
dan
jatmika (selalu dengan
sopan santun), menarik hati/merakati dan mudah tersinggung. Aku menikah
dengan Raden Arjuna, satria Pandawa putra Prabu Pandu, raja negara Astina
dengan Dewi Kunti, dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama
Angkawijaya/Abimanyu.Aku tinggal di taman Banoncinawi, Kadipaten Madukara
wilayah negara Amarta. Akhir riwayatku diceritakan, aku mati moksa bersama
keluarga Pandawa setelah Parikesit, Putra Abimanyu dengan Dewi Utari,
dinobatkan sebagai raja Astina menggantikan Prabu Kalimataya/Prabu Puntadewa.
Riwayatku terhitung aneh.
Sewaktu masih kanak-kanak rupaku jelek. Kulitku hitam, hingga aku dinamakan
Rara Ireng gadis nan hitam. Rambutku jarang dan kemerah-merahan. Tapi berangsur
angsur rupa jelekku itu berobah dan akhirnya menjadilah putri yang
secantik-cantiknya. Tersebut di dalam cerita, bahwa aku tak begitu cantik,
tetapi kalau berkumpul dengan putri-putri yang tersohor cantiknya, kecantikanku
melebihi kecantikan mereka semua itu. Aku sangat sabar. Kalau marah pun
aku menampakkan senyum yang manis. Sesudah bersuami, aku hidup rukun dan damai
dengan suamiku, sehingga kehidupan kami diibaratkan sebagai ikan mimi dan
mintuna, yakni ikan laut jantan dan betina yang tak pernah
berpisah. Tetapi suatu ketika, karena kesalahan Arjuna, marahlah juga ia
sejadi jadinya. Kata-kata yang aku ucapkan waktu itu, meski halus, terasa juga
oleh Arjuna sebagai halilintar menyambar. Aku pernah berganti rupa menjadi
seorang laki-laki yang sangat sakti, tetapi akhirnya aku kalahkan juga oleh
Arjuna. Pada waktu kerajaan Madura rusak oleh perbuatan Kangsa, aku
bersembunyi di desa Widarakandang. Karena ketahuan Kangsa, aku melarikan diri
dan meninggalkan negara Madura, tetapi tersusul juga oleh tentara raksasa.
Untung aku masih dapat menyelamatkan diri. Sewaktu Prabu Basudewa masih
hidup, aku pernah oleh baginda dipangku di sebelah kiri dan Raden Pamade di
sebelah kanan. Bersabdalah Prabu Basudewa. aku jangan sampai bersuamikan orang
selain Pamade dan Pamade jangan sampai beristrikan orang selain aku. Sabda ini
disaksikan oleh para Dewa dengan iringan oleh tanda-tanda gaib. Ternyata
benar jugalah sabda Prabu Basudewa. Meskipun perjodoan antara Pamade dan aku
banyak menemui rintangan, perkawinan mereka akhirnya terlaksana juga. Arjuna
hormat pada ku yang meski saudara misannya sendiri, namun terhitung lebih tua
berdasarkan keturunan. Tetapi rasa hormat Arjuna pada aku sesungguhnya
disebabkan juga karena bijaksananya putri ini yang antara lain setiap memurkai
Arjuna selalu dengan alasan kebenaran. Aku bersanggul, bersunting waderan,
berjamang dan berpontoh, tetapi setelah dewasa hanya berjamang dan tak
bergelang serta berhiasan lain-lainnya. Tersebut di dalam cerita, bahwa
pertama kali. Raden Bunisrawa melihat aku ialah pada waktu Raden
Kakrasana (putra Prabu Basudewa) kawin dengn Erawati, pada waktu mana aku
diajak sebagai patah, pengiring pengantin. Sesudah melihatku, Burisrawa
tergila-gila padaku dan bersumpahlah dia, takkan kawin selain denganku.
Di dalam lakon Sumbadra
Larung, ketika tengah malam aku pergi mandi, di tengah jalan aku dihadang oleh
Burisrawa yang karena sangat gembiranya datang mendeikati ku, tetapi aku tetapi
aku tak mau didekati, hal mana membikin jengkel Burisrawa dan
menyebabkan dia mencabut kerisrnya untuk menakut-nakuti aku yang karena melihat
keris terhunus, justeru malahan menyerbu ke arah keris, terkena dan matilah aku
seketika itu juga. Atas pertimbangan Prabu Kresna, myatku dilarung, dihanyutkan
dalam perahu dibengawan Silungangga.
Tersebutlah Raden
Antareja, putra Wrekodara, keluar dari dalam bumi untuk menghadap ayahandanya,
melihat mayat ku dan berhasil menghidupkanku kembali. Ketika aku
mengetahui asal-usul Antareja, bersukacitalah aku, karena Antareja adalah
kemenakannya sendiri dan selanjutnya dikawallah aku itu oleh Antareja. Tetapi
ketika Gatotkaca yang mengawal dari jauh melihat ada laki 1aki rnendekatiku,
menjadi murkalah ia, karena tak tahu bahwa Antareja adalah kerabat sendiri dan
terjadilah perang antara kedua ksatarya itu. Kernudian ku terangkan, bahwa
kedua ksaria itu bersaudara. Rukun kembalilah kedua saudara iuu dan mereka
mengiringku kembali ke Madukara, negara Arjuna.
Aku bermata jaitan,
berhidung mancung, bermuka tenang. Bersanggul keling dan sebagian rambut
terurai. Berjamang dan bersunting waderan. Bergelang dan berpontoh. Sesudah
menjadi Wara Sumbadra, aku ini tak mau lagi mengenakan pakaian serba keemasan
dan tak mau pula menggunakan mutu manikam.
Sumbadra berwanda: 1.
Lentreng, 2. Parem, dan 3. Rangkung. Wanda yang ketiga ini karangan Sri Sultan
Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar